Ritual Kelahiran Bayi
Seorang wanita Dani akan
melahirkan anaknya dalam ebe ae, yang dibantu oleh beberapa orang
wanita. Kelahiran bayi ini tidak disertai upacara/ritual khusus dan ari-ari
serta tali pusar yang terlepas beberapa hari akan dihanyutkan dalam sungai
begitu saja. Dan beberapa hari setelah proses kelahiran, wanita tersebut sudah
bisa kembali untuk bekerja. Mereka juga tidak melakukan upacara dalam pemberian
nama, nama yang mereka anggap baik, itulah yang akan menjadi nama dari anak
tersebut.
Setelah seorang anak berusia 2-3 tahun, jika dia
seorang wanita, ia sudah harus mulai menggunakan rok jerami (sale),
sedangkan untuk anak pria, dia baru memakai alat penutup alat kelamin pada usia
5-6 tahun.
Pada suku Dani, mereka mengenal satu peristiwa yang
sangat penting dalam kehidupan anak pria Dani yaitu upacara Waya hagat-abin,
yaitu suatu upacara Inisiasi, upacara ini dilakukan ketika seorang anak
berusia antara 5-10 tahun. Upacara inisiasi ini biasanya diadakan bersamaan
dengan pesta ebe-ako atau pesta babi. Dan upacara ini biasanya berlangsung
selama 9 hari atau lebih.
Sedangkan untuk anak-anak
wanita, mereka tidak menjalani upacara Waya-hagat abin, tetapi mereka menjalani
upacara dalam pesta hotale, yaitu pada waktu ia mendapat haid pertama
(eket-web).
Ritual Kematian
Pada upacara pembakaran jenazah, tubuh orang yang meninggal dihias dan didudukkan diatas suatu singgasana
( bea). Upacara ini dilakukan disuatu lapangan dipusat perkampungan. Para
kerabat dan orang-orang yang datang untuk melayat akan duduk mengelilingi bea
dan menangis sekeras-kerasnya. Tubuh para wanita dilumuri dengan lumpur putih tanda
berkabung dengan nyanyian-nyanyian kematian dan ratapan.
Dan pada siang harinya beberapa orang dukun melakukan upacara memotong satu
ruas jari dari tiap anggota keluarga inti orang yang meninggal dengan
menggunakan kapak batu tetapi ada juga yang menggunakan bambu. Biasanya
jari-jari yang dipotong, bukan hanya sekali saja, tetapi tergantung berapa
banyak kerabat terdekat yang meninggal. Dan apabila jari-jari mereka telah dipotong habis, mereka akan memotong
lagi sebagian dari telinga mereka.
Setelah itu, mereka akan melakukan upacara pembakaran jenazah dan para
kerabat orang yang meninggal membakar daging babi di dalam lubang-lubang yang
mereka gali di dalam tanah dan sebagian akan disajikan untuk ruh ( ame),
orang yang meninggal. Sore harinya daging
yang telah masak itu dimakan bersama dan menjelang senja semua perhiasan yang
dikenakan pada jenazah diambil dan tubuh jenazah itu digosok dengan minyak
babi. Setelah itu dimulai pembakaran jenazah, yang diiringi dengan jerit tangis
orang-orang yang datang melayat.
Selain pembakaran jenazah ada pula upacara pemotongan
jari kepada perwakilan keluarga, pemotongan jari ini udah menjadi tradisi orang
papua termasuk suku dani.
Tradisi Potong Jari
Akibat kehilangan. Namun berbeda
dengan Suku Dani, mereka melambangkan kesedihan lantaran kehilangan salah satu
anggota keluarga yang meninggal. Tidak hanya dengan menangis, tetapi memotong
jari. Bila ada anggota keluarga atau kerabat dekat yang meninggal dunia seperti
suami, istri, ayah, ibu, anak dan adik, Suku Dani diwajibkan memotong jari
mereka. Mereka beranggapan bahwa memotong jari adalah symbol dari sakit dan
pedihnya seseorang yang kehilangan anggota keluarganya. Pemotongan jari juga
dapat diartikan sebagai upaya untuk mencegah ‘terulang kembali’ malapetaka
yangg telah merenggut nyawa seseorang di dalam keluarga yg berduka.
Mengapa Jarinya Yang di Potong
Bagi
Suku Dani, jari bisa diartikan sebagai simbol kerukunan, kesatuan dan kekuatan
dalam diri manusia maupun sebuah keluarga, walaupun dalam penamaan jari yang
ada di tangan manusia hanya menyebutkan satu perwakilan keluarga, yaitu ibu
jari. Akan tetapi jika dicermati perbedaan setiap bentuk dan panjang jari
memiliki sebuah kesatuan dan kekuatan kebersamaan untuk meringankan semua beban
pekerjaan manusia. Jari saling bekerjasama membangun sebuah kekuatan sehingga
tangan kita bisa berfungsi dengan sempurna. Kehilangan salah satu ruasnya saja,
bisa mengakibatkan tidak maksimalnya tangan kita bekerja. Jadi jika salah satu
bagiannya menghilang, maka hilanglah komponen kebersamaan dan berkuranglah
kekuatan.
Alasan
lainnya adalah “Wene opakima dapulik welaikarek mekehasik” atau pedoman dasar
hidup bersama dalam satu keluarga, satu marga, satu honai (rumah), satu suku,
satu leluhur, satu bahasa, satu sejarah/asal-muasal, dan sebagainya.
Kebersamaan sangatlah penting bagi masyarakat pegunungan tengah Papua.
Kesedihan mendalam dan luka hati orang yang ditinggal mati anggota keluarga,
baru akan sembuh jika luka di jari sudah sembuh dan tidak terasa sakit lagi.
Mungkin karena itulah masyarakat pegunungan papua memotong jari saat ada
keluarga yang meninggal dunia.
Tradisi
potong jari di Papua sendiri dilakukan dengan berbagai banyak cara, mulai dari
menggunakan benda tajam seperti pisau, kapak, atau parang. Ada juga yang melakukannya
dengan menggigit ruas jarinya hingga putus, mengikatnya dengan seutas tali
sehingga aliran darahnya terhenti dan ruas jari menjadi mati kemudian baru
dilakukan pemotongan jari.Selain tradisi pemotongan jari, di Papua juga ada
tradisi yang dilakukan dalam upacara berkabung. Tradisi tersebut adalah tradisi
mandi lumpur. Mandi lumpur dilakukan oleh anggota atau kelompok dalam jangka
waktu tertentu. Mandi lumpur mempunyai arti bahwa setiap orang yang meninggal
dunia telah kembali ke alam. Manusia berawal dari tanah dan kembali ke
tanah.Beberapa sumber ada yang mengatakan Tradisi potong jari pada saat ini
sudah hampir ditinggalkan. Jarang orang yang melakukannya belakangan ini karena
adanya pengaruh agama yang mulai berkembang di sekitar daerah pegunungan tengah
Papua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar